Formulir Kontak

 

Makna Upacara Ngaben

Upacara Ngaben


Ngaben merupakan salah satu upacara yang dilakukan oleh Umat Hindu yang tergolong upacara Pitra Yadnya (upacara yang ditunjukkan kepada Leluhur). Ngaben secara etimologis berasal dari kata api yang mendapat awalan nga, dan akhiran an, sehingga menjdai ngapian
Ngaben merupakan upacara kremasi atau pembakaran jenazah di Bali, Indonesia. Upacara adat Ngaben merupakan sebuah ritual yang dilakukan untuk mengirim jenazah pada kehidupan mendatang. Dalam upacara ini, jenazah diletakkan dengan posisi seperti orang tidur. Keluarga yang ditinggalkan pun akan beranggapan bahwa orang yang meninggal tersebut sedang tertidur. Dalam upacara ini, tidak ada air mata karena mereka menganggap bahwa jenazah hanya tidak ada untuk sementara waktu dan menjalani reinkarnasi atau akan menemukan peristirahatan terakhir di Moksha yaitu suatu keadaan dimana jiwa telah bebas dari reinkarnasi dan roda kematian. Upacara ngaben ini juga menjadi simbol untuk menyucikan roh orang yang telah meninggal.
Dalam ajaran agama Hindu, jasad manusia terdiri dari badan halus (roh atau atma) dan badan kasar (fisik). Badan kasar dibentuk oleh lima unsur yang dikenal dengan Panca Maha Bhuta. Kelima unsur ini terddiri dari pertiwi (tanah), teja (api), apah (air), bayu (angin), dan akasa (ruang hampa). Lima unsur ini menyatu membentuk fisik dan kemudian digerakkan oleh roh. Jika seseorang meninggal, yang mati sebenarnya hanya jasad kasarnya saja sedangkan rohnya tidak. Oleh karena itu, untuk menyucikan roh tersebut, perlu dilakukan upacara Ngaben untuk memisahkan roh dengan jasad kasarnya.
Tentang asal usul kata Ngaben sendiri ada beberapa pendapat. Ada yang mengatakan bahwa Ngaben berasal dari kata beya yang berarti bekal. Ada yang berpendapat dari  kata ngabu yang berarti menjadi abu.  Selain itu, ada pula yang mengatakan bahwa Ngaben berasal dari kata Ngapen yakni penyucian dengan api. Dalam kepercayaan Hindu, dewa Brahwa atau dwa pencipta dikenal sebagai dewa api. Oleh karena itu, upacara ini juga bisa dianggap sebagai upaya untuk membakar kotoran yang berupa jasad kasar yang masih melekat pada roh dan mengembalikan roh pada Sang Pencipta.
Ada sebuah buku yang berjudul ”108 Mutiara Veda” Terbitan tahun 2001, tepatnya di halaman 107, ada tersurat yang dikutip dari: Yajurveda: 40-15. Dalam bukit itu disebutkan bahwa;
“ Wahai manusia, badanmu yang dibuat oleh panca mahabhuta akhirnya menjadi abu dan atmanya akan mendapat moksa.
Oleh karena itu, ingatlah nama Tuhan, yaitu AUM, ingatlah nama Tuhan AUM, dan ingatlah perbuatanmu. “
Jadi dalam kitab suci veda samhita, dalam hal ini kitab yajurveda ada tersurat bahwa setiap orang (Hindu) yang meninggal mayatnya harus dibuat menjadi abu agar atmanya mencapai moksa. Tapi apakah dengan upacara ngaben langsung bisa mencapai surga atau moksa? Jika menurut kami sepertinya itu belum tentu. Bisa dilihat pada Kutipan dari Yajurveda diatas pada kalimat terakhir. “Ingatlah perbuatanmu” tentunya ketika kita sudah meninggal kita akan mempertanggung jawabkan perbuatan kita semasa hidup. Apakah pantas atau tidaknya untuk mencapai surga ataupun moksa.

Pelaksanaan Upacara Ngaben


Ngaben merupakan upacara yang besar dan tentunya itu memerlukan biaya yang tidak sedikit. Bagaimanakah bagi mereka yang kurang mampu? Agama Hindu fleksibel dan tentunya ada kebijakan-kebijakan mengenai kondisi demikian. Biasanya diadakannya ngaben massal yang tentu dari segi biaya akan lebih mengurangi. Dan dari beberapa penelusuran terhadap berbagai lontar di Bali, ngaben ternyata tidak selalu besar. Ada beberapa jenis ngaben yang justru sangat sederhana. Ngaben-ngaben jenis ini antara lain Mitrayadnya, Pranawa dan Swasta. Namun demikian, terdapat juga berbagai jenis upacara yang tergolong besar, seperti sawa prateka dan sawa wedhana. Berikut Jenis – jenis Ngaben Sederhana :
Mendhem Sawa 
Mendhem sawa berarti penguburan mayat. Di muka dijelaskan bahwa ngaben di Bali masih diberikan kesempatan untuk ditunda sementara, dengan alasan berbagai hal seperti yang telah diuraikan. Namun diluar itu masih ada alasan yang bersifat filosofis lagi, yang didalam naskah lontar belum diketemukan. Mungkin saja alasan ini dikarang yang dikaitkan dengan landasan atau latar belakang filosofis adanya kehidupan ini. Alasannya adalah agar ragha sarira yang berasal dari unsur prthiwi sementara dapat merunduk pada prthiwi dulu. Yang secara ethis dilukiskan agar mereka dapat mencium bunda prthiwi. Namun perlu diingatkan bahwa pada prinsipnya setiap orang mati harus segera di aben. Bagi mereka yang masih memerlukan waktu menunggu sementara maka sawa (jenasah) itu harus di pendhem (dikubur) dulu. Dititipkan pada Dewi penghuluning Setra (Dewi Durga).

Ngaben Mitra Yajna 
Ngaben Mitra Yajna Berasal dari kata Pitra dan Yajna. Pitra artinya leluhur, yajna berarti korban suci. Istilah ini dipakai untuk menyebutkan jenis ngaben yang diajarkan pada Lontar Yama Purwana Tattwa, karena tidak disebutkan namanya yang pasti. Ngaben itu menurut ucap lontar Yama Purwana Tattwa merupakan Sabda Bhatara Yama. Dalam warah-warah itu tidak disebutkan nama jenis ngaben ini. Untuk membedakan dengan jenis ngaben sedehana lainnya, maka ngaben ini diberi nama Mitra Yajna. Pelaksanaan Atiwa-atiwa / pembakaran mayat ditetapkan menurut ketentuan dalam Yama Purwana Tattwa, terutama mengenai upakara dan dilaksanakan di dalam tujuh hari dengan tidak memilih dewasa (hari baik).

Pranawa Pranawa
Pranawa Pranawa adalah aksara Om Kara. Adalah nama jenis ngaben yang mempergunakan huruf suci sebagai simbol sawa. Dimana pada mayat yang telah dikubur tiga hari sebelum pengabenan diadakan upacara Ngeplugin atau Ngulapin. Pejati dan pengulapan di Jaba Pura Dalem dengan sarana bebanten untuk pejati. Ketika hari pengabenan jemek dan tulangnya dipersatukan pada pemasmian. Tulangnya dibawah jemeknya diatas. Kemudian berlaku ketentuan seperti amranawa sawa yang baru meninggal. Ngasti sampai ngirim juga sama dengan ketentuan ngaben amranawa sawa baru meninggal, seperti yang telah diuraikan.

Pranawa Bhuanakosa 
Pranawa Bhuanakosa merupakan ajaran Dewa Brahma kepada Rsi Brghu. Dimana Ngaben Sawa Bhuanakosa bagi orang yang baru meninggal walaupun pernah ditanam, disetra. Kalau mau mengupakarai sebagai jalan dengan Bhuanakosa Prana Wa.

Swasta
Swasta artinya lenyap atau hilang. Adalah nama jenis ngaben yang sawanya (mayatnya) tidak ada (tan kneng hinulatan), tidak dapat dilihat, meninggal didaerah kejauhan, lama di setra, dan lain-lainnya, semuanya dapat dilakukan dengan ngaben jenis swasta. Walaupun orang hina, biasa, dan uttama sebagai badan (sarira) orang yang mati disimbolkan dengan Dyun (tempayan) sebagai kulit, benang 12 iler sebagai otot, air sebagai daging, balung cendana 18 potong. Pranawa sebagai suara, ambengan (jerami) sebagai pikiran, Recafana sebagai urat, ongkara sebagai lingga hidup. Tiga hari sebelum pengabenan diadakan upacara ngulapin, bagi yang meninggal di kejauhan yang tidak diketahui dimana tempatnya, upacara pengulapan, dapat dilakukan diperempatan jalan. Dan bagi yang lama di pendhem yang tidak dapat diketahui bekasnya pengulapan dapat dilakukan di Jaba Pura Dalem.
Secara umum rangkaian pelaksanaan ritual upacara adat ngaben ini sebagai berikut :
1.      Ngulapin
         Ngulapin bermakna sebagai upacara untuk memanggil Sang Atma. Upacara ini juga dilaksanakan apabila yang bersangkutan meninggal di luar rumah yang bersangkutan (misalnya di Rumah Sakit, dll). Upacara ini dilaksanakan berbeda sesuai dengan tata cara dan tradisi setempat, ada yang melaksanakan di perempatan jalan, pertigaan jalan, dan kuburan setempat.

2.      Nyiramin/Ngemandusin
         Merupakan upacara memandikan dan membersihkan jenazah, upacara ini biasa dilakukan dihalaman rumah keluarga yangbersangkutan (natah). Pada prosesi ini juga disertai dengan pemberian simbol-simbol seperti bunga melati di rongga hidung, belahan kaca di atas mata, daun intaran di alis, dan perlengkapan lainnya dengan tujuan mengembalikan kembali fungsi-fungsi dari bagian tubuh yang tidak digunakan ke asalnya, serta apabila roh mendiang mengalami reinkarnasi kembali agar dianugrahi badan yang lengkap (tidak cacat).

3.      Ngajum Kajang
         Kajang adalah selembar kertas putih yang ditulisi dengan aksara-aksara magis oleh pemangku, pendeta atau tetua adat setempat. Setelah selesai ditulis maka para kerabat dan keturunan dari yang bersangkutan akan melaksanakan upacara ngajum kajang dengan cara menekan kajang itu sebanyak 3x, sebagai simbol kemantapan hati para kerabat melepas kepergian mendiang dan menyatukan hati para kerabat sehingga mendiang dapat dengan cepat melakukan perjalanannya ke alam selanjutnya.
4.      Ngaskara
         Ngaskara bermakna penyucian roh mendiang. Penyucian ini dilakukan dengan tujuan agar roh yang bersangkutan dapat bersatu dengan Tuhan dan bisa menjadi pembimbing kerabatnya yang masih hidup di dunia.

5.      Mameras
         Mameras berasal dari kata peras yang artinya berhasil, sukses, atau selesai. Upacara ini dilaksanakan apabila mendiang sudah memiliki cucu, karena menurut keyakinan cucu tersebutlah yang akan menuntun jalannya mendiang melalui doa dan karma baik yang mereka lakukan.

6.      Papegatan
Papegatan berasal dari kata pegat, yang artinya putus, makna upacara ini adalah untuk memutuskan hubungan duniawi dan cinta dari kerabat mendiang, sebab kedua hal tersebut akan menghalangi perjalan sang roh menuju Tuhan. Dengan upacara ini pihak keluarga berarti telah secara ikhlas melepas kepergian mendiang ke tempat yang lebih baik. Sarana dari upacara ini adalah sesaji (banten) yang disusun pada sebuah lesung batu dan diatasnya diisi dua cabang pohon dadap yang dibentuk seperti gawang dan dibentangkan benang putih pada kedua cabang pohon tersebut. Nantinya benang ini akan diterebos oleh kerabat dan pengusung jenazah sebelum keluar rumah hingga putus.

7.      Pakiriman Ngutang
Setelah upacara papegatan maka akan dilanjutkan dengan pakiriminan ke kuburan setempat, jenazah beserta kajangnya kemudian dinaikan ke atas Bade/Wadah, yaitu menara pengusung jenazah (hal ini tidak mutlak harus ada, dapat diganti dengan keranda biasa yang disebut Pepaga). Dari rumah yang bersangkutan anggota masyarakat akan mengusung semua perlengkapan upacara beserta jenazah diiringi oleh suara Baleganjur (gong khas Bali) yang bertalu-talu dan bersemangat, atau suara angklung yang terkesan sedih. Di perjalan menuju kuburan jenazah ini akan diarak berputar 3x berlawanan arah jarum jam yang bermakna sebagai simbol mengembalikan unsur Panca Maha Bhuta ke tempatnya masing-masing. Selain itu perputaran ini juga bermakna: Berputar 3x di depan rumah mendiang sebagai simbol perpisahan dengan sanak keluarga. Berputar 3x di perempatan dan pertigaan desa sebagai simbol perpisahan dengan lingkungan masyarakat. Berputar 3x di muka kuburan sebagai simbol perpisahan dengan dunia ini.

8.      Ngeseng
     Ngeseng adalah upacara pembakaran jenazah tersebut, jenazah dibaringkan di tempat yang telah disediakan , disertai sesaji dan banten dengan makna filosofis sendiri, kemudian diperciki oleh pendeta yang memimpin upacara dengan Tirta Pangentas yang bertindak sebagai api abstrak diiringi dengan Puja Mantra dari pendeta, setelah selesai kemudian barulah jenazah dibakar hingga hangus, tulang-tulang hasil pembakaran kemudian digilas dan dirangkai lagi dalam buah kelapa gading yang telah dikeluarkan airnya.

9.      Nganyud
         Nganyud bermakna sebagai ritual untuk menghanyutkan segala kekotoran yang masih tertinggal dalam roh mendiang dengan simbolisasi berupa menghanyutkan abu jenazah. Upacara ini biasanya dilaksakan di laut, atau sungai.

10.  Makelud
Makelud biasanya dilaksanakan 12 hari setelah upacara pembakaran jenazah. Makna upacara makelud ini adalah membersihkan dan menyucikan kembali lingkungan keluarga akibat kesedihan yang melanda keluarga yang ditinggalkan. Filosofis 12 hari kesedihan ini diambil dari Wiracarita Mahabharata, saat Sang Pandawa mengalami masa hukuman 12 tahun di tengah hutan

Total comment

Author

Devins

Makna Hari Raya Galungan dan Kuningan

Hari Galungan

Galungan Diambil dari bahasa Jawa Kuna yang berarti bertarung. Biasa disebut juga “dungulan” yang artinya menang. Perbedaan penyebutan Wuku Galungan (di Jawa) dengan Wuku Dungulan (di Bali) adalah sama artinya, yakni wuku yang kesebelas. Hari raya Galungan memiliki makna kemenangan Dharma (Kebenaran) melawan Adharma (Ketidakbenaran), jatuh setiap 210 hari sekali tepatnya pada hari Rabu Kliwon wuku Dungulan (kalender Bali). Perayaan hari raya Galungan identik dengan pemasangan penjor di tepi jalan di depan setiap rumah. Sehingga membuat suasana modern terlihat alami dan indah. 10 hari setelah perayaan hari raya Galungan akan diikuti oleh hari raya Kuningan.

Penjor adalah hiasan yang terbuat dari bambu dan dihias sedemikian rupa sesuai dengan tradisi masyarakat Bali setempat. Penjor yang terpasang di tepi jalan (setiap rumah) itu sendiri merupakan haturan ke hadapan Sang hyang Widhi Wasa (Tuhan YME).

Arti dari kata Galungan sendiri berasal dari Jawa Kuno yang berarti bertarung, atau biasa disebut dengan Dungulan yang berarti menang. Sedangkan perbedaan penyebutan wuku Galungan (Jawa) dan wuku Dungulan (Bali) adalah sama artinya, yaitu menang.

Makna Filosofis Galungan

adalah menyatukan kekuatan rohani agar mendapat pikiran dan pendirian yang terang. Bersatunya rohani dan pikiran yang terang inilah wujud dharma dalam diri. Sedangkan segala kekacauan pikiran itu (byaparaning idep) adalah wujud adharma. Dari konsepsi lontar Sundarigama inilah didapatkan kesimpulan bahwa hakikat
 
Sugihan Jawa dan Bali

           Untuk memenangkan dharma itu ada serangkaian kegiatan yang dilakukan sebelum dan setelah Galungan. Sebelum Galungan ada disebut Sugihan Jawa dan Sugihan Bali. Kata Jawa di sini sama dengan Jaba, artinya luar. Sugihan Jawa bermakna menyucikan bhuana agung (bumi ini) di luar dari manusia. Sugihan Jawa dirayakan pada hari Wrhaspati Wage Wuku Sungsang, enam hari sebelum Galungan.

           Dalam lontar Sundarigama disebutkan bahwa pada hari Sugihan Jawa itu merupakan Pasucian dewa kalinggania pamrastista batara kabeh (Penyucian Dewa, karena itu hari penyucian semua bhatara).  Pelaksanaan upacara ini adalah dengan membersihkan segala tempat dan peralatan upacara di masing-masing tempat suci.

          
Sedangkan pada hari Jumat Kliwon Wuku Sungsang disebutkan: Kalinggania amretista raga tawulan (Oleh karenanya menyucikan badan jasmani masing-masing). Karena itu Sugihan Bali disebutkan menyucikan diri sendiri. Kata bali dalam bahasa Sansekerta berarti kekuatan yang ada di dalam diri. Dan itulah yang disucikan. Pada Redite (minggu) Paing Wuku Dungulan diceritakan Sang Kala Tiga Wisesa turun mengganggu manusia. Karena itulah pada hari tersebut dianjurkan anyekung jñana, artinya: mendiamkan pikiran agar jangan dimasuki oleh Butha Galungan. Dalam lontar itu juga disebutkan nirmalakena (orang yang pikirannya selalu suci) tidak akan dimasuki oleh Butha Galungan.

Galungan identik dengan penjor

Penjor merupakan salah satu sarana upakara dalam hari Raya Galungan. Penjor adalah simbol dari naga basukih, dimana Basukih berarti kesejahteraan dan kemakmuran. Maka dari itu bahan-bahan untuk penjor banyak berasal dari hasil pertanian, seperti plawa (daun-daunan), palawija (biji-bijian seperti padai atau jagung), pala bungkah (umbi-umbian), pala gantung (kelapa, pisang, mentimun). Keberadaan bahan-bahan pembuat penjor tersebut tentu memiliki arti dan filosofinya masing-masing. Berdasarkan lontar Tutur Dewi Tapini menyebutkan :

“Ndah Ta Kita Sang Sujana Sujani, Sira Umara Yadnva, Wruha Kiteng Rumuhun, Rikedaden Dewa, Bhuta Umungguhi Ritekapi Yadnya, Dewa Mekabehan Menadya Saraning Jagat Apang Saking Dewa Mantuk Ring Widhi, Widhi Widana Ngaran Apan Sang Hyang Tri Purusa Meraga Sedaging Jagat Rat, Bhuwana Kabeh, Hyang Siwa Meraga Candra, Hyang Sadha Siwa Meraga “Windhune”, Sang Hyang Parama Siwa Nadha”



Artinya : Wahai kamu orang-orang bijaksana, yang menyelenggarakan yadnya, agar kalian mengerti proses menjadi kedewataan, maka dari itu sang Bhuta menjadi tempat/tatakan/dasar dari yadnya itu, kemudian semua Dewa menjadi sarinya dari jagat raya, agar dari dewa semua kembali kepada hyang widhi, widhi widhana (ritualnya) bertujuan agar sang Tri Purusa menjadi isi dari jagat raya, Hyang Siwa menjadi Bulan, Hyang Sadha Siwa menjadi windu (titik O), sang hyang parama siwa menjadi nadha (kecek), yang mana kesemuanya ini merupakan simbol dari Ong Kara.

“Sang Hyang Iswara Maraga Martha Upaboga, Hyang Wisnu Meraga Sarwapala (buah-buahan), Hyang Brahma Meraga Sarwa Sesanganan (bambu & jajanan), Hyang Rudra Meraga Kelapa, Hyang Mahadewa Meraga Ruaning Gading ( janur kuning), Hyang Sangkara Meraga Phalem (buah pala), Hyang Sri Dewi Meraga Pari (padi), Hyang Sambu Meraga Isepan (tebu), Hyang Mahesora Meraga Biting (semat).”


Penyajan Galungan

Jatuh pada hari Senin Pon Dungulan.Pada hari ini orang yang paham tentang yoga dan samadhi melakukan pemujaan.Dalam lontar disebutkan, "Pangastawaning sang ngamong yoga samadhi." Pada hari Anggara Wage wuku Dungulan disebutkan Penampahan Galungan.

Hari Kuningan


Hari kuningan merupakan hari suci agama Hindu yang dirayakan setiap 6 bulan atau 210 hari sekali, dalam kalender Bali tepatnya pada Saniscara Kliwon Wuku Kuningan. (1 bulan dalam kalender Bali = 35 hari), 10 hari setelah hari raya Galungan. Hari Kuningan merupakan hari resepsi bagi hari Galungan sebagai kemenangan dharma melawan adharma yang pemujaannya ditujukan kepada para Deva dan Pitara agar turun melaksanakan pensucian serta mukti, atau menikmati sesajen-sesajen yang dipersembahkan. Kemenangan dharma atas adharma yang telah dirayakan setiap Galungan dan Kuningan hendaknyalah diserap dan dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari. Dharma tidaklah hanya diwacanakan tapi dilaksanakan, dalam kitab Sarasamuccaya (Sloka 43) disebutkan keutamaan dharma bagi orang yang melaksanakannya yaitu :

"Kuneng sang hyang dharma, mahas midering sahana, ndatan umaku sira, tan hanenakunira, tan sapa juga si lawanikang naha-nahan, tatan pahi lawan anak ning stri lanji, ikang tankinawruhan bapanya, rupaning tan hana umaku yanak, tan hana inakunya bapa, ri wetnyan durlaba ikang wenang mulahakena dharma kalinganika". 

Artinya:
Adapun dharma itu, menyelusup dan mengelilingi seluruh yang ada, tidak ada yang mengakui, pun tidak ada yang diakuinya, serta tidak ada yang menegur atau terikat dengan sesuatu apapun, tidak ada bedanya dengan anak seorang perempuan tuna susila, yang tidak dikenal siapa bapaknya, rupa-rupanya tidak ada yang mengakui anak akan dia, pun tidak ada yang diakui bapa olehnya, perumpamaan ini diambil sebab sesungguhnya sangat sukar untuk dapat mengetahui dan melaksanakan dharma itu.
Di samping itu pula dharma sangatlah utama dan rahasia, hendaknyalah ia dicari dengan ketulusan hati secara terus-menerus. Sarasamuccaya (sloka 564) menyebutkan :

"Lawan ta waneh, atyanta ring gahana keta sanghyang dharma ngaranira, paramasuksma, tan pahi lawan tapakning iwak ring wwai, ndan pinet juga sire de sang pandita, kelan upasama pagwan kotsahan". 

Artinya:
Lagi pula terlampau amat mulia dharma itu, amat rahasia pula, tidak bedanya dengan jejak ikan didalam air, namun dituntut juga oleh sang pandita dengan ketenangan, kesabaran, keteguhan hati terus diusahakan.
Demikianlah keutamaan dharma hendaknyalah diketahui, dipahami kemudian dilaksanakan sehingga menemukan siapa sesungguhnya jati diri kita

Hari raya Kuningan adalah hari raya khusus, di mana para leluhur yang setelah beberapa saat berada dengan keluarga sekali lagi disuguhkan sesajen dalam upacara perpisahan untuk kembali ke stananya masing-masing. Sedangkan di pedesaan ada beberapa Barong “ngelawang” beberapa hari diikuti sekolompok anak-anak dengan tetabuhan / gambelan.

Penyelenggaaraan upacara Kuningan disyaratkan supaya dilaksanakan semasih pagi dan tidak dibenarkan setelah matahari condong ke barat. Ini di karenakan Pada Hari Raya Kuningan, Ida Sanghyang Widhi Wasa memberkahi dunia dan umat manusia sejak jam 00 sampai jam 12. Jadi di saat itu sangat tepat kita datang menyerahkan diri kepada-Nya mohon perlindungan. Pada hari itu dibuat nasi kuning, lambang kemakmuran dan dihaturkan sesajen-sesajen sebagai tanda terimakasih dan suksmaning idep kita sebagai manusia (umat) menerima anugrah dari Hyang Widhi berupa bahan-bahan sandang dan pangan yang semuanya itu dilimpahkan oleh beliau kepada umatNya atas dasar cinta-kasihnya. Di dalam tebog atau selanggi yang berisi nasi kuning tersebut dipancangkan sebuah wayang-wayangan (malaekat) yang melimpahkan anugrah kemakmuran kepada kita semua.

Sarana upacara sebagai simbul kesemarakan, kemeriahan terdiri dari berbagai macam jejahitan yang mempunyai simbolis sebagai alat-alat perang yang diperadekan seperti tamiyang kolem, ter, ending, wayang-wayang dan lain sejenisnya. Dalam Kuningan menggunakan upakara sesajen yang berisi simbul tamiang dan endongan, di mana makna tamiang memiliki lambang perlindungan dan juga juga melambangkan perputaran roda alam yang mengingatkan manusia pada hukum alam. Jika masyarakat tak mampu menyesuaikan diri dengan alam, atau tidak taat dengan hukum alam, risikonya akan tergilas oleh roda alam.

Oleh karena itu melalui perayaan ini umat diharapkan mampu menata kembali kehidupan yang harmonis (hita) sesuai dengan tujuan agama Hindu. Sedangkan endongan maknanya adalah perbekalan. Bekal yang paling utama dalam mengarungi kehidupan adalah ilmu pengetahuan dan bhakti (jnana). Sementara senjata yang paling ampuh adalah ketenangan pikiran.

Perayaan ini juga dimaksudkan agar umat selalu ingat kepada Sang Pencipta, Ida Sang Hyang Widi Wasa dan mensyukuri karunia-Nya. Melalui perayaan ini umat juga dituntut selalu ingat menyamabraya, meningkatkan persatuan dan solidaritas sosial. Selain itu, melalui rerahinan umat diharapkan selalu ingat kepada lingkungan sehingga tercipta harmonisasi alam semesta beserta isinya. Tujuan pelaksanaan upacara kuningan ini adalah untuk memohon kesentosaan, kedirgayusan serta perlindungan dan tuntunan lahir dan batin.





Total comment

Author

Devins
PERTUMBUHAN INDIVIDU

      A.   PENGERTIAN INDIVIDU


“individu” berasal dari kata latin, “individuum” artinya “yang tak terbagi”. Individu merupakan suatu sebutan yang dapat dipaka untuk menyatakan suatu kesatuan yang paling kecil dan terbatas. Individu bukan berart manusia sebagai suatu keseluruhan yang tak dapat dibagi, melainkan sebagai kesatuan yang terbatas, yaitu sebagai manusia perseorangan. Setiap individu corak sifat dan tabiat yang berbeda.
Individu adalah seorang manusia yang tidak hanya memiliki peranan khas didalam lingkungan sosialnya, melainkan juga mempunyai kepribaian serta pola tingkah laku spesifik lainnya. Hasil pengamatan manusia dengan segala maknanya merupakan suatu keutuhan ciptaan Tuhan yang mempunyai tiga aspek melekat pada dirinya, yaitu aspek organik jasmaniah, aspek psikis-rohaniah, dan aspek-sosial kebersamaan. Ketiga aspek tersebut saling mempengaruhi, keguncangan pada suatu aspek akan membawa akibat pada aspek lainnya.
Proses yang meningkatkan ciri-ciri individualitas pada seseorang sampai pada dirinya sendiri, disebut proses individualisasi atau aktualisasi diri. Konflik mungkin terjadi karena pola tingkah laku spesifik dirinya bertentangan dengan peranan yang dituntut oleh masyarakat sekitarnya.
Individu dalam bertingkah laku menurut pola pribadinya ada tiga kemungkinan: menyimpang dari norma kolektif kehilangan indvidualitasnya atau takluk terhadap kolektif, dan mempengaruhi masyarakat setiap adanya tokoh pahlawan atau pengacau. 


B. PENGERTIAN PERTUMBUHAN



Pertumbuhan merupakan suatu perubahan yang menuju ke arah yang lebih maju dan lebih dewasa, perubahan ini dsebut juga dengan proses. Timbul beberapa pendapat mengenai pertumbuhan dari berbagai aliran, yaitu:
1.      Aliran Asosiasi
Pertumbuhan pada dasarnya adalah proses asosiasi. Pengertian tentang proses asosiasi yaitu terjadinya perubahan pada seseorag secara tahap dei tahap karena pengaruh baik dari pengalaman atau empiri luar melalui panca indra yang menimbulkan sensations maupun pengalaman dalam mengenai keadaan batin sendiri yang menumbulkan reflextions.
      Kedua macam kesan (sensation dan reflections) merupakan pengertian yang sederhana yang kemudian dengan proses asosiasi membentuk pengertian yang lebih kompleks.
2.      Aliran Psikologis Gestalt
Pertumbuhan adalah proses diferensasi. Dalam proses ini yang menjadi hal pokok adalah keseluruhan, sedang bagian-bagian hanya mempunyai arti sebagai bagian dari keseluruhan dalam hubungan fungsional dengan bagian-bagian yang lain. Kesimpulannya pertumbuhan itu adalah proses perubahan secara perlahan-lahan pada manusia dalam mengenal suatu yang semula mengenal suatu secara keseluruhan baru kemudian mengenal bagian-bagian dari lingkungan yang ada.
Kemudian kita mengenal konsepsi aliran sosiologi dimana ahli dari pengikut aliran ini menganggap bahwa pertumbuhan itu adalah proses sosialisasi yaitu proses perubahan dari sifat mula-mula yang asosial atau juga sosial kemudian tahap demi tahap disosialisasikan.

          C.  AKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN


Dalam pertumbuhan itu ada bermacam-macam aliran, namun pada garis besarnya dapat digolongkan ke dalam tiga golongan, yaitu:
1.       Pendirian Nativistik
Menurut para ahli dari golongan ini berendapat, bahwa pertumbuhan individu itu semata-mata ditentukan oleh faktor-faktor yang dibawa sejak lahir.
Para ahli dari golongan ini mennjukkan berbagai kesempatan atau kemiripan antara orang tua dengan anaknya. Misalnya seorang ayah memiliki keahlian dibidang seni lukis maka kemungkinan besar anaknya juga menjadi pelukis. Tetapi hal ini akan menimbulkan keragu-raguan apakah kesamaan antara orang tua dan anaknya benar-benar disebabkan oleh pembawaan sejak lahir ataukan mungkin karena adanya fasilitas-fasilitas atau hal-hal lain yang dapat memberikan dorongan kearah kemajuannya.
2.       Pendirian Emperistik dan Environmentalistik
Pendirian ini berlawanan dengan pendapat nativistik. Para ahli berpendapat, bahwa pertumbuhan individu semata-mata tergantung pada lingkungan sedang dasar tdak berperan sama sekali.
Jadi menurut pendirian ini menolak dasar dalam pertumbuhan individu dan lebih menekankan pada lingkungan dan konsekuensinya hanya lingkunganlah yang banyak dibicarakan. Pendirian semacam ini biasa disebut pendirian yang environmentalistik. Sehingga dapat dikatakan bahwa pendirian ini pada hakikatnya adalah kelanjutan dari paham emperisme.
Apabila konsepsi ini dapat tahan uji (benar) akan dihasilkan menusia-manusia ideal asalkan dapat disediakan kondisi yang dibutuhkan untuk usaha itu. Tetapi dalam kenyataan sering dijumoa lain, banyak diantara anak-anak orang kaya atau orang pendai mengecewakan orang tuanya, karena tidak berhasil dalam belajar, walaupun fasilitas yang diperlukan telah tersedia secara lengkap  dan sebaliknya ada anak-anak dari orang tua yang kurang mampu sangat berhasil dalam belaja, walaupun fasilitas belajar yang dimiliki sangat minimal, jauh dari mencukupi.
Menurut paham ini didalam pertumbuhan individu itu baik dasar maupun lingkungan keduanya memegang peranan penting. Bakat atau dasar sebagai kemungkinan ada pada masing-masing individu namun bakat dan dasar yang dipunyai itu perlu diselaraskan dengan lingkungan yang dapat tumbuh dengan baik.  Misalnya pada anak yang normal memiliki dasar atau bakat untuk berdiri tegak diatas kedua kaki, bila anak ini diasuh dalam lingkungan masyarakat manusia. Tetapi apabila anak yang normal ini kebetulan terlantar disebuah hutan kemudian diasuh oleh serigala sudah  tentu anak itu tidak dapat berdiri tegak pada kedua kakinya dan dia akan merangkak seperti serigala yang mengasuhnya.
Disamping harus adanya dasar, juga oerlu dipertimbangkan masalah kematangan (readiness), misalnya anak yang normal berusia enam bulan, walaupun anak tersebut hidup diantara manusia-manusia lain ada kemungkinan juga anak itu tak akan dapat berjalan karena belum matang untuk melakukan hal itu.
3.       Pendirian Konvergensi dan Interaksionisme
Kebanyakan para ahli mengakui pendirian konvergensi dengan modifikasi seperlunya. Suatu modifikasi yang terkenal yang sering dianggap sebagai perkembangan lebih jauh konsepsi konvergensi ialah konsepsi interaksionisme yang berpandangan dinamis yang menyatakan bahwa interaksi dasar dan lingkungan dapat menentukan pertumbuhan individu. Nampak lain dengan konsepsi konvergensi yang berpandangan statis yaitu menganggap pertumbuhan individu itu ditentukan oleh dasar (bakat) dan lingkungan.
4.       Tahap Pertumbuhan Individu berdasar Psikologi
Pertumbuhan individu sejak lehir sampai masa dewasa atau masa kematangan itu melalui beberapa fase sebagai berikut:
a.       Masa vital yaitu dari 0,0 sampai kira-kira 2,0 tahun.
b.      Masa estetik dari umur kira-kira 2,0 tahun sampai kra-kira 7,0 tahun.
c.       Masa intelektual dari kira-kira umur 7,0 tahun sampai kira-kira umur 13,0 tahun atau 14,0 tahun.
d.      Masa sosial, kira-kira umur 13,0 tahun atau 14,0 tahun sampai kira-kira umur 20,0 tahun atau 21,0 tahun.

a.       Masa Vital

            Pada masa vital ini individu menggunakan fungsi-fungsi biologis untuk menemukan berbagai hal dalam dunianya. Menurut Freud tahun pertama dalam kehidupan individu itu sebagai masa oral, karena mulut dipandang sebagai sumber kenikmatan dan ketidak-nikmatan.
            Pendapat semacam ini mungkin beralasan kepada kenyataan, bahwa pada masa ini mulut memainkan peranan terpenting dalam kehidupan individu. Bahwa anak memasukkan apa saja yang dijumpai kedalam mulutnya itu tidak karena mulutnya merupakan sumber kenikmatan utama, melainkan karena pada waktu itu merupakan alat utama untuk melakukan eksplorasi dan belajar. Pada tahun kedua anak belajar berjalan, dan dengan berjalan itu anak mulai pula belajar menguasai ruang. Disamping itu terjadi pembiasaan tahu akan kebersihan. Melalui tahu akan kebersihan itu anak belajar mengontrol impuls-impuls yang datang dari dalam dirinya.

b.      Masa Estetik

             Masa estetik ini dianggap sebagai masa pertumbuhan rasa keindahan. Sebenernya kata estetik diartikan bahwa masa ini pertumbuhan anak yang terutama adalah fungsi pancaindera. Dalam masa ini pula tampak unculnya gejala kenakalan yang umumnya terjadi anatara umur 3,0 tahun sampai umur 5,0 tahun. Anak sering menentang kata-kata kasar, dengan sengaja melanggar apa yang dilarang dan tidak meakukan apa yang seharusnya untuk dilakukan.
Adappun alasan anak berbut kenakalan dalam usia-usia tersebut adalah sebagai berikut:
Berkat pertumbuhan bahasanya yang merupakan modal utama bagi anak dalam maenghadapi dunianya maka sampailah anak pada penyadaran “aku”nya atau tahap menemukan “aku”nya yaitu suatu tahap ketika anak menemukan dirinya sebagai subyek.
Kalau pada masa-masa sebelumnya anak masih merasa satu dengan dunianya belum mampu mengadakan pemisahan secara sadara antara dirinya sendiri sebagai subyek dan yang lain sebagai obyek maka kemampuan itu kini dimilikinya. Berarti dia menyadari bahwa dirinya juga subyek seperti yang lain. Sebagai subyek dia mempunyai pula kebebasan untuk menolak sesuatu. Karena jarang menemukan kenyataan tersebut maka anak seakan-akan ingin mendapatkan pengalaman sebagai subyek yang bebas menentukan keinginannya itu.

c.       Masa Intelektual (masa keserasian bersekolah)

Setelah anak melewati masa kegoncangan yang pertama, maka proses sosialisasinya telah berlangsung dengan lebih efektif, sehingga menjadi matang untuk dididik daripada masa-masa sebelum dan sesudahnya.
Ada beberapa sifat khas pada anak-anak pada masa ini antara lain:
1.       Adanya korelasi posistif yang tinggi antara keadaan jasmani dengan prestasi sekolah.
2.       Sikap tunduk kepada peraturan-peraturan, permainan yang tradisional
3.       Adanya kecenderungan memuji didi sendiri
4.       Kalau tidak dapat menyelesaikan sesuatu saol amka soal itu dianggap tidak penting.
5.       Senang membangdingkan-bandingkan dirinya dengan anak lain, bila hal itu menguntungkan, dalam hubungan ini ada kecenderungan untuk merehkan anak lain.
6.       Adanya minat kepada kehidupan praktis sehari-hari yang konkrit.
7.       Amat realistik, ingin tahu, ingin belajar.
8.       Gemar membentuk kelompok sebaya, biasanya untuk dapat bermain bersama-sama. Di dalam permainan ada kecenderungan anak tidak lagi terikat kepada aturan permainan tradisional, mereka membuat aturan-aturan sendiri, setelah anak memasuki masa kelas-kelas tinggi sekolah dasar.

d.      Masa remaja

           Masa remaja meruakan masa yang banyak menarik perhatian masyarakat karena mempunyai sifat-sifat khas yang menentukan dalam kehidupan individu dalam masyarakatnya. Karena manusia dewasa harus hidup dalam alam kultur dan harus dapat menempatkan dirinya diantara nilai-nilai (kultur) itu maka perlu mengenal dirinya sebagai pendukung maupun pelaksana nilai-nila. Untuk inilah maka ia harus mengarahkan dirinya agar dapat menemukan diri, meneliti sikap hidup yang lama dan mencoba-coba yang baru agar dapat menjadi pribadi yang dewasa. Pada dasarnya ini masih dirinci kedalam beberapa masa, yaitu :
1.       Masa pra remaja

                 Penggunaan isitilah pra remaja ini hanya untuk menunjukan satu masa yang mengikuti masa pueral yang berlangsung secra singkat. Masa ini ditandai oleh sifat-sifat negatif sehingga disebut juga masa negatif.
Pada masa ini terdapat beberapa gejala yag dianggap sebagai gejala negatif misalnya tidak tenang, kurang suka bekerja, kurang suka bergerak, lekas lelah, kebutuhan untuk tidur besar, hati sering murung, pesimitik dan non sosial. Aau dapat dikatakan secara ringkasnya sifat-sifat negatif dalam prestasi, baik prestasi jasmani maupun prestasi mental. Negatif dalam sikap sosial baik dalam bentuk pasif maupun dalam bentuk apresif terhadap masyarakat.
                 Terjadinya gejala-gejala negatif itu pada umumnya berpangkal pada biologis yaitu mulai bekerjanya kelenjar-kelenjar kelamin, yang dapat membawa perubahanperubahan cepat dalam diri si remaja yang sering kali perubahan-perubahan yang cepat ini belum mereka fahami sehingga dapat menimbulkan rasa ragu-ragu, kurang pasti dan bersifat malu.

2.       Masa Remaja

                 Sebagai gejala pada masa ini adalah merindu puja. Dala fase ini (masa negatif) untuk pertama kalinya remaja sadar akan kesepian yang tidak pernah dialaminya pada masa-masa sebelumnya.
Kesejukan didalam penderitaan yang nampaknya tidak ada orang yang dapat mengerti dan memahaminya dan menerangkannya. Sebagai reaksi pertama-tama terhadap gangguan ketenangan dan keamanan batinnya ialah protes terhadap sekitarnya yang dirasanya tiba-tiba bersikap menterlantarkan dan memusuhinya. Sebagai tingkah berikutnya ialah kebutuhan akan teman yang dapat memaham dan menolongnya serta yang dapat merasakan suka dan dukanya.
                     
3.       Masa usia mahasiswa

                 Masa umur mahasiswa dapat digolongkan pemuda-pemuda yang berusia sekitar 18,0 tahun sampai 30,0 tahun. Meeka dapat dikelompokkan pada masa remaja akhir sampai dewasa awal atau dewasa madya.
Pada masa usia mahasiswa banyak operistiwa-peristiwa yang perlu diperhatikan, antara lain yaitu : bila dilihat dari segi pertumbuhan, tugas perkembangan pada mahasiswa ini adalah pemantapan pendirian hidup, yaitu pengujian lebih lanjut pendirian hidup serta penyiapan diri dengan keterampilan dan kemampuan-kemampuan yang digunakan untuk merealisasikan pendirian hidup yang telah dipilohnya. Mahasiswa ini termasuk kelompok khusus dalam masyarakat maka mereka mulai mempersiapkan diri untuk menerima tugas-tugas pimpinan dimasa mendatang. Oleh karena itu mereka mulai mempelajari berbagai aspek kehidupan. Sebagai remaja pimpinan dipelajari dan dipersiapkan selama usia mahasiswa ini, misalnya kebudayaan keluarga, kemampuan memimpin, kemampuan mengambil keputusan, kemampuan menyesuaikan diri secara sosial.
                   Mahasiswa akan mengalami perubahan secara perlahan demi sikap hidup yang idealistik ke sikap hidup yang realistik. Dengan demikian keinginan-keinginan yang kurang realistik dalam dirinya dan realitas dalam lingkungannya telah terganti dengan yang lebih berdasar kepada realistis. Tetapi hal ini tidak berarti bahwa dikalangan mahasiswa tidak ada idealisme, justu pada mahasiswa ini banyak terdapat idealisme tetapi idealisme yang realistik yaitu yang dapat diterapkan dalam tindakan.
                   Dengan uraian-uraian ini diharapkan adanya suatu pemahaman mengenai manusia sebagai individu. 

“manusia merupakan makhluk individual tidak hanya dalam arti makhluk keseluruhan jiwa raga, melainkan juga dalam arti bahwa tiap-tiap itu erupakan pribadi yang khas, menurut corak kepribadiaannya, termasuk kecakapannya sendiri.”

                    Individu tidak akan jelas identitasnya tanpa adanya suatu masyarakat yang menjadi latar keberadaannya. Karena dari sinilah kita akan baru bisa memahami seseorang individu seperti kata johnson.

        “.......person are what they are always in social context..... the solitary person is unreal, abstract, artifical, abnormal........”
.

B. FUNGSI KELUARGA

          Keluarga ialah unit satuan masyarakat yang terkecil yang sekaligus merupakan suatu kelompok kecil dalam masyarakat. Kelompok ini, dalam hubungannya dengan perkembangan individu, sering dikenal dengan sebutan primary group. Kelompok inilah yang melahirkan individu dengan berbagai macam bentuk kepribadiannya dalam masyarakat. Tidaklah dapat dipungkiri, bahwa sebenarnya keluarga mempunyai fungsi yang tidak hanya terbatas selaku penerus keturunan saja. Banyak hal-hal mengenai kepribadaian yang dapat dirunut dari keluarga, yang pada saat-saat sekarang ini sering silupakan orang. Perkembangan intelektual akan kesadaran lingkungan seorang individu seringkali dilepaskan dan bahkan dipisahkan dengan masalah keluarga. Hal-hal semacam inilah yang sering menimbulkan masalah-masalah sosial, karena kehilangan pijakan. Keluarga sudah seringkali terlihat kehilangan peranannya.oleh karena itu adalah bijaksanalah jika dilihat dan dikembalikan peranan keluarga dan proporsi yang sebenarnya dengan skala prioritas yang pas. Keluarga, pada umumnya, diketahui terdiri dari seorang individu (suami) individu lainnya (istri) yang selalu berusaha menjaga rasa aman dan ketentraman ketika menghadapisegala suka duka hidup dalam eratnya arti ikatan luhur hidup bersama.

Keluarga sebagai kelompok pertama yang dikenal individu sangat berpengaruh secara langsung terhadap perkembangan individu sebelum maupun sesudah terjun langsung secara individual di masyarakat.
a.       Pengertian fungsi keluarga
         Dalam kehidupan keluarga sering kita jumpai adanya pekerjaan-pekerjaan yang harus dilakukan. Suatu oekerjaan atau tugas yang harus dilakukan itu biasa disebut dengan fungsi. Fungsi keluarga adalah suatu pekerjaan-pekerjaan atau tugas-tugas yang harus dilaksanakan didalam atau oleh keluarga itu.
b.      Macam-macam fungsi keluarga
             Pekerjaan-pekerjaan yang harus dilaksanakan oleh keluarga itu dapat digolongkan kedalam beberapa fungsi, yaitu:
·         Fungsi biologis
·         Fungsi pemeliharaan
·         Fungsi ekonomi
·         Fungsi keagamaan
·         Fungsi sosial
·         Fungsi biologis
      Dengan fungsi ini diharapkan agar keluarga dapat menyelenggarakan persiapan-persiapan perkawinan bagi anak-anaknya. karena dengan perkawinan akan terjadi proses kelangsungan keturunan. Dan setiap manusia pada hakikatnya terdapat semaca, tuntutan biologi bagi kelangsungan hidup keturunannya, melalui perkawinan.
           Persiapan perkawinan yang perlu dilakukan oleh orang tua bagi anak-anaknya dapat berbentuk antara lain pengetahuan tentang kehidupan sex bagi suami isteri, pengetahuan untuk mengatur rumah tangga bagi isteri, tugas dan kewajiban bagi suami, memelihara pendidikan bagi anak anak dan lain-lain. Persiapan ini dilakukan sejak anak menginjak kedewasaan. Sehingga tepat pada waktunya ia sudah matang menerima keadaan baru dalam mengatungi hidup rumah tangganya.
Dengan persiapan yang cukuo matang ini dapat mewujudkan suatu bentuk kehidupan rumah tangga yang baik dan harmonis. Kebaikan rumah tangga ini dapat membawa pengaruh yang baik pula dalam kehidupan bermasyarakat.
·         Fungsi pemeliharaan
Keluarga diwajibkan untuk berusaha agar setiap anggotanya dapat dapat terlindungi dari gangguan-gangguan sebagai berikut:
1.       Gangguan udara dengan berusaha menyediakan rumah
2.       Gangguan penyakit dengan berusaha menyediakan obat obatan.
3.       Gangguan bahaya dengan berusaha menyediakan pagar tembok dan lainlain
Bila dalam keluarga fungsi ini telah dijalankan dengan sebaik-baiknya sudah barang tertentu akan membantu terpeliharanya keamanan dalam masyarakat pula. Sehingga terwujudsuatu masyarakat yang telepas/terhindar dari segala gangguan apapun yang terjadi.
·         Keluarga berusaha menyelenggarakan kebutuhan manusia yang pokok yaitu:
1.       Kebutuhan makan dan minum
2.       Kebutuhan pakaian untuk menutupi tubuhnya
3.       Kebutuhan tempat tinggal
Berhubung dengan fungsi penyelenggaraan kebutuhan pokok ini maka orng tua mewajibkan untuk berusaha keras agar setiap anggota keluarga dapat cukup makan dan minum, cukup pakaian serta tempat tinggal.
Sehubungan dengan fungsi ini keluarga juga berusaha melengkapi kebutuhan jasmani dimana keluarga (orang tua) diwajibkan berusaha agar anggotanya mendapat perlengkapan hidup yang bersifat jasmaniah baik yang bersfat umum maupun yang bersifat individual. Perlengkapan jasmaniah keluarga yang sifatnya umum misalnya meja, kursi, tempat tidur, lampu dan lain-lain. Sedangkan perlengkapan jasmaniah yang bersifat bersifat individual misalnya alat-alat sekolah, pakaian, perhiasan dan lain-lain
Juga dapat termasuk kedalam golongan perlengkapan jasmani adalah permainan anak. Permainan anak ini memiliki nilai bagi anak-anak untuk mengembangkan daya cipta disamping sebagai alat-alat rekreasi anak.
·         Fungsi keagamaan
Dinegara indonesia yang berideologi pancasila berkewajiban pada setiap warganya (rakyat) untuk menghayati, mendalami dan mengamalkan pancasila didala perilaku dan kehidupan keluarganya sehingga benar-benar dapat diamalkan P4 ini dalam kehidupan keluarga yang pancasila.
Dengan dasar pedoman ini keluarga diwajibkan untuk menjalani dan mendalami serta mengamalkan ajaran-ajaran agama dalam pelakunya sebagai manusia yang taqwa kepada Tuhan yang maha esa. Dengan demikian akan tercermin bentuk masyarakat yang Pancasila semua keluarga melaksanakan P4 dan fungsi keluarga ini.
·         Fungsi sosial
Dengan fungsi ini keluarga berusaha untuk mempersiapkan anak-anaknya bekal selengkapnya dengan memperkenalkan nilai-nilai dan sikap-sikap yang dianut oleh masyarakat serta mempelajari peranan-peranan yang diharapkan akan merek jalnkan kelak bila sudah dewasa. Dengan demikian terjadi apa yang disebut dengan istilah sosialisasi.
Dengan fungsi ini diharapkan agar didalam keluarga selalu terjadi pewarisan kebudayaan atau nilai-nilai kebudayaan. Kebudayaan yang diwariskan itu adalah kebudayaan yang telah dimiliki oleh generasi tua yaitu ayah dan ibu, diwariskan kepada anak anaknya dalam bentuk antara lain sopan santun, bahasa, cara bertingkah laku, ukuran tentang baik buruknya perbuatan dan lain-lain.
Dengan melalui nasihat dan larangan, orang tua menyampaikan norma-norma hidup tertentu dalam bertingkah laku.

C. INDIVIDU, KELUARGA dan MASYARAKAT



            1) Pengertian Individu

Individu berasal dari kata latin, “individumm” yang artinya yang tak terbagi. Kata individu merupakan sebutan yang dapat untuk menyatakan suatu kesatuan yang paling kecil dan terbatas.
Kata individu bukan berarti manusia sebagai suatu keseluruhan yang tak dapat dibagi melainkan sebagai kesatuan yang terbatas yaitu sebagai anusia perseorangan, demikian pendapat Dr.A.Lysen.

            2) Pengertian Keluarga

Ada beberapa pandangan atau anggapan mengenai keluarga. Menurut Sigmun Freud keluarga itu terbentuk karena adanya perkawinan pria dan wanita. Bahwa perkawinan itu menurut belia adalah berdasarkan libido sesksualis.dengan demikian keluarga merupakan manifestasi daripada dorongan seksual sehingga landasan keluarga itu adalah kehidupan seksual suami istri.
Perlu kita ketahui bahwa kasus seksual memang harus dijuruskan dengan cara-cara yang ditrima oleh norma hidup. Namun hidup seksual itu tidak langgeng sebab seksuaitas manusia akan mati sebelum manusi aitu sendiri mati. Kehidupan seksual manusia itu berubah ubah dari masa ke masa, dari umur ke umur dari keadaan satu ke adaan yang lainya.
Oleh karena itu apabila keluarga ini benar-benar dibangun atas dasar hidup seksual,maka keluarga itu kana lebih goyah terus dan akan segeara pecah setelah kehidupan seksual suami itu berkurang. Hal ini kurang realistis. Lain halnya dengan Adler perpendapat bahwa maligai keluarga dibangun berdasarkan hasrat atau nafsu berkuasa. Tetapi inipun tidak realistis sebab menurut nalar keluarga yang dibangun di atas dasar nafsu menguasai itu tidak pernah sejahtera. Padahal yang dicita-citakan adalah keluarga bahagia sejahtera.

3) Pengertian Masyarakat

Drs. JBAF Mayor Polak menyebut masyarakat (Society) adalah wadah segenap antar hubungan sosial terdiri atas banyak sekali kolektiva-kolektiva serta kelompok dan tiap-tiap kelompok terdiri atas kelompok-kelompok lebih baik atau sub kelompok.
Kemudian pendapat dari Prof. M.M.Djojodiguno tentang masyarakat adalah suatu kebulatan daripada segala perkembangan dalam hidup bersama antara manusia dengan manusia. Akhirnya Hasan Sadily berpendapat bahwa masyarakat adalah suatu keadaan badan atau kumpulan manusia yang hidup bersama.
Jelasnya: Masyarakat adalah suatu kelompok manusia yang telah memiliki tatanan kehiduapn, norma-norma, adat istiadat yang sama-sama ditaati dalam lingkungannya.
Tatanan kehidupan, norma-norma yang mereka memiliki itulah yang menjadi dasar kehidupan sosial dalam lingkungan mereka, sehingga dapat membentuk suatu kelompok manusia yang memiliki ciri-ciri kehidupan yang khas. Dalam lingkungan itu, antara orang tua dan anak, antara ibu dan ayah, antara kakek dan cucu, antara kaum laki-laki atau sesama kaum wanita, atau antara kaum laki-laki dan kaum wanita, larut dalam suatu kehidupan manusia, yang disebut masyarakat.
Menilik kenyataan dilapangan, suatu kelompok masyarakat dapat berupa suatu suku bangsa. Bisa juga berlatar belakang dari berbagai suku.
a.)    Masyarakat sederhana. Dalam lingkungan masyarakat sederhana (primitif) pola pembagian kerja cenderung dibedakan menurut jenis kelamin. Pembagian kerja dalam bentuk lain tidak terungkap dengan jelas, sejalan dengan pola kehidupan dan pola perekonomian masyarakat primitif atau belum sedemikian rupa seperti pada masyarakat maju.
     
b.)      Masyarakat maju. Masyarakat maju memiliki aneka ragam kelompok sosial, atau lebih akrab dengan sebutan kelompok organisasi kemasyarakatan yang tumbuh dan berkembang berdasarkan kebutuhan serta tujuan tertentu yang akan dicapai organisasi kemasyarakatan itu dapat tumbuh dan berkembang dalam lingkungan terbatas sampai pada cangkupan nasional, regional maupun internasional. Dalam lingkungan masyarakat maju, dapat dibedakan sebagai kelompok masyarakat non industri dan masyarakat industri.

(1)    Masyarakat Non Industri
Secara garis besar, kelompok nasional atau organisasi kemasyarakatan non industri dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu kelompok primer (primary group) dan kelompok sekunder (secondary group).
(a)    Kelompok primer
Dalam kelompok primer, interaksi antar anggota terjalin lebih intensif, lebih erat, lebih akrab. Kelompok primer ini disebut juga kelompok “face to face group”, sebab anggota kelompok sering berdialog, bertatap muka, karena itu saling mengenal lebih dekat, lebih akrab. Sifat interaksi dalam kelompok-kelompok priimer bercorak kekeluargaan dan lebih berdasarkan simpati. Pembagian kerja atau pembagian tugas pada kelompok menerima serta menjalankan tugas tidak secara paksa, lebih dititik beratkan pada kesadaran, tanggung jawab para anggota dan berlangsung atas dasar rasa simpati dan secara sukarela.
Contoh-contoh kelompok primer, antara lain : keluarga, rukun tetangga, kelompok kerja, kelompok agama, dan lain sebagainya.

(b)   Kelompok Sekunder
Antara anggota kelompok sekunder, terpaut saling hubungan tak langsung, formal, juga kurang bersifat kekeluargaan. Oleh karena itu, sifat interaksi, pembagian kerja, pembagian kerja antar anggota kelompok diatur atas dasar pertimbangan-pertimbangan rasional, obyektif.
Para anggota menerima pembagian kerja/pembagian tugas atas dasar kemampuan, keahlian tertentu, disamping dituntut dedikasi. Hal-hal semacam itu diperlukan untuk mencapai target dan tujuan tertentu yang telah di flot dalam program-program yang telah sama-sama disepakati. 
Contoh : Semua kelompok sosial, perkumpulan-perkumpulan, atau organisasi-organisasi kemasyarakatan yang memiliki anggota kelompok tidak resmi.

(2)    Masyarakat Industri
Durkheim mempergunakan variasi pembagian kerja sebagai dasar untuk mendeklasifikasikan dasar masyarakat, sesuai dengan taraf perkembangannya. Akan tetapi ia lebih cenderung mempergunakan dua taraf klasifikasi, yaitu yang sederhana dan kompleks. Masyarakat-masyarakat yang berada di tengah kedua ekstrim tadi diabaikannya (Soerjono Soekanto, 1982 : 190).
Jika pembagian kerja bertambah kompleks, suatu tanda bahwa kapasitas masyarakat semakin tinggi. Solidaritas didasarkan pada hubungan saling ketergantungan antara kelompok-kelompok masyarakat yang telah mengenal pengkhususan. Otonomi sejenis, juga menjadi ciri dari bagian/kelompok-kelompok masyarakat. Otonomi sejenis dapat diartikan dengan kepandaian/keahlian khusus yang dimiliki seseorang secara mandiri, sampai pada batas-batas tertentu.
Contoh-contoh : tukang roti, tukang sepatu, tukang bubut, tukang las, ahli mesin, ahli listrik dan ahli dinamo, mereka dapat bekerja secara mandiri. Dengan timbulnya spesialisasi fungsional, makin berkurang pula ide-ide kolektif untuk diekpresiasikan dan dikerjakan bersama. Dengan demikian semakin kompleks pembagian kerja, semakin banyak timbul kepribadian individu. Sudah barang tentu masyarakat sebagai keseluruhan memerlukan derajat integrasi yang serasi. Akan tetapi hanya akan sampai pada batas tertentu, sesuai dengan bertambahnya individualisme.

4.      HUBUNGAN ANTAR INDIVIDU, KELUARGA DAN MASYARAKAT

         A.      Makna Individu


Manusia adalah makhluk individu. Makhluk individu berarti makhluk yang tidak dapat dibagi-bagi, tidak dapat dipisah-pisahkan antara jiwa dan raganya.
      Para ahli Psikologi modern menegaskan bahwa manusia itu merupakan suatu kesatuan jiwa raga yang kegiatannya sebagai keseluruhan, sebagai kesatuan. Kegiatan manusia sehari-hari merupakan kegiatan keseluruhan jiwa raganya. Bukan hanya kegiatan alat-alat tubuh saja, atau bukan hanya aktivitas dari kemampuan-kemampuan jiwa satu persatu terlepas daripada yang lain.
      Tegasnya, apabila kita mengamati sesuatu, maka kita bukan hanya melihat sesuatu dengan alat mata kita saja, melainkan juga seluruh minat, dan perhatian yang kita curahkan kepada objek yang kita amati itu. Minat dan perhatian ini sangat dipengaruhi oleh niat dan kebutuhan kita pada waktu itu. Dalam pengamatan suatu objek tersebut keseluruhan jiwa raga kita terlibat dalam proses pengamatan itu, dan tidak hanya indera mata saja.
      Kenyataan-kenyataan yang kita dapati dalam kehidupan sehari-hari setiap individu berkembang sejalan dengan ciri-ciri khasnya, walaupun dalam kehidupan lingkungan yang sama. Contohnya yang sangat tepat adalah anak kembar. Dua individu manusia yang berasal dari satu keturunan yang sama. Bersumber dari satu indung telur, tetapi toh-tetap memiliki karakter ramah, tamah, periang, dan mudah bergaul dengan teman-teman sebaya dalasm lingkungannya. Anak yang satu lagi bersifat tertutup, pemalu, sukar bergaul dengan teman-teman sebaya dan lingkungannya.
      

B.      Makna keluarga


Keluarga adalah merupakan kelompok primer yang paling penting di dalam masyarakat. Keluarga menurupakan sebuah group yang terbentuk dari perhubungan laki-laki dan wanita, perhubungan mana sedikit banyak berlangsung lama untuk menciptakan dan membesarkan anak-anak. Jadi keluarga dalam bentuk yang murni merupakan satu kesatuan sosial ini mempunyai sifat-sifat tertentu yang sama, di mana saja dalam satuan masyarakat manusia.
Di sini kita sebutkan 5 macam sifat yang terpenting yaitu :
1.      Hubungan suami – isteri :
Hubungan ini mungkin berlangsung seumur hidup dan mungkin dalam waktu yang singkat saja. Ada yang berbentuk monogomi, ada pula yang poligami. Bahkan masyarakat yang sederhana terdapat “group married”, yaitu sekelompok wanita kawin dengan sekelompok laki-laki.
2.      Bentuk perkawinan di mana suami-isteri itu diadakan dan dipelihara.
Dalam pemilihan jodoh dapat kita lihat, bahwa calon suami-isteri itu dipilihkan oleh orang-orang tua mereka. Sedang pada masyarakat lainnya diserahkan pada orang-orang yang bersangkutan. Selanjutnya perkawinan ini ada yang berbentuk indogami (yakni kawin di dalam golongan sendiri, ada pula yang berbentuk exogami (yaitu kawin di luar golongan sendiri).
3.      Susunan nama-nama dan istilah-istilah termasuk cara menghitung keturunan.
Di dalam beberapa masyarakat keturunan dihitung melalui garis laki-laki misal : Di batak. Ini disebut patrilineal. Ada yang melalui garis wanita, di Minangkabau. Ini disebut : Matrilineal, di mana kekuasaan terletak pada wanita. Di Minangkabau wanita tidak mempunyai hak apa-apa, bahkan hartanya pun tidak diurusi oleh wanita itu, melainkan diurus oleh adik atau saudara perempuannya.
4.      Milik atau harta benda keluarga
Di manapun keluarga itu pasti mempunyai milik untuk kelangsungan hidup para anggota-anggotanya.
5.      Pada umumnya keluarga itu tempat bersama/rumah bersama.

              C.       Makna Masyarakat

Seperti halnya dengan definisi sosiologi yang banyak jumlahnya kita dapati pula definisi-definisi tentang masyarakat yang juga tidak sedikit. Definisi adalah sekedar alat ringkat untuk memberikan batasan-batasan mengenai sesuatu persoalan atau pengertian ditinjau daripada analisa. Analisa inilah yang memberikan arti yang jernih dan kokoh dari sesuatu pengertian.
Mengenai arti masyarakat ini, baiklan di sini kita kemukakan beberapa definisi mengenai masyarakat itu, seperti misalnya :
1.      R. Linton : Seorang ahli antropologi mengemukakan, bahwa masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerjasama, sehingga mereka itu dapat mengorganisasikan dirinya berfikir tentang dirinya sebagai satu kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu.
2.      M.J. Herskovist : menulis bahwa masyarakat adalah kelompok individu yang diorganisasikan dan mengikuti suatu cara hidup tertentu.
3.      J.L. Gillin dan J.P. Gillin : mengatakan bahwa masyarakat adalah kelompok manusia yang terbesar dan mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap dan perasaan persatuan yang sama. Masyarakat itu meliputi pengelompokan-pengelompokan yang lebih kecil.
4.      S.R. Steinmets : seorang sosiologi bangsa Belanda, mengatakan bahwa masyarakat adalah kelompok manusia yang terbesar, yang meliputi pengelompokan-pengelompokan manusia yang lebih kecil, yang mempunyai perhubungan yang erat dan teratur.
5.      Hasan Shadily : mendefinisikan masyarakat adalah golongan besar atau kecil dari beberapa manusia, dengan atau karena sendirinya, bertalian secara golongan dan mempunyai pengaruh kebatinan satu sama lain.

Mengingat definisi-defisini masyarakat tersebut di atas , maka dapat ambil kesimpulan, bahwa masyarakat harus mempunyai syarat-syarat sebagai berikut:
a.      Harus ada pengumpulan manusia, dan harus banyak, bukan pengumpulan manusia binatang.
b.      Telah bertempat tinggal dalam waktu yang lama dalam suatu daerah tertentu.
c.       Adanya aturan-aturan atau undang-undang yang mengatur mereka untuk menuju kepada kepentingan dan tujuan bersama.

Di dalam hubungan antara manusia dengan manusia hubungan tadii. Reaksi ini yang menyebabkan hubungan-hubungan manusia bertambah luas. Misalnya seorang yang menyanyi ia memerlukan reaksi berupa pujian atau celaan guna mendorong tindakan selanjutnya. Di dalam memberikan reaksi tersebut ada kecenderungan untuk mensereasikan dengan tindakan orang lain.

Hal ini disebabkan manusia sejak lahir mempunyai 2 hasrat/keinginan, yakni:
-      Keinginan untuk menjadi satu dengan manusia lain disekililingnya (yaitu masyarakat), milieu sosial.
-               Keinginan untuk menjadi satu dengan suasana sekililingnya.

Kesemuanya itu ditimbulkan kelompok-kelompok sosial (Sosial grups) dalam kehidupan manusia karena tak mungkin hidup sendiri.
                                                     
              Kecenderungan sosial ini merupakan keanehan, yaitu perasaan yang lain. Misalnya harga diri. Rasa tetapi juga kelihatan berharga. Orang yang gila hormat misalnya sebetulnya bertindak karena dorongan penghargaan orang lain. Kadang-kadang rasa harga dri berhubungan juga dengan suatu keompok sosial tertentu, misalnya seseorang dapet menunjukan prestasi yang baik. Kerapkali rasa harga diri menjerma menjadi nafsu untuk berkuasa.
Suatu himpunan manusia supaya merupakan kelompok sosial harus memenuhi syarat-syarat, antara lain:
             1.       Setiap anggota harus sadar bahwa ia merupakan bagian lain kelompoknya
             2.       Ada hubungan timbal balik antara anggota-anggotaya.
             3.       Ada suatu faktor yang di miliki bersama, seperti nasib yang sama, kepentingan yang sama, tujuan yang sama, ideologi yang sama dan sebagainya,
        Jadi masyarakat itu di bentuk oleh individu-indivdu yang beradab dalam ke adaan sadar. Indiivdu yang fikiran nya rusak, individu individu type pertama tidak dapat menjadi anggota masyarakat yang permanen,saling mengikatkan dirinya dengan individu-individu lain nya . membentuk sati kesatuan dapet di sebut individu sebagai anggota masyarakat.
        Sesungguhnya telah kita bedakan dua pengertian yang contras, namun kodratnya manusia iyu adalah “makhluk sosial” bukan makhluk individual. Kenyataan ini sesuai dengan rumus Aristoteles : man is by nature a political animal, yang artinya : manusia pada kodratnya adalah makhluk yang berkumpul-kumpul. Atau dengan singkat manusia itu adalah zoon politicon.
          Pertumbuhan adalah suatu perubahan ke arah yang lebih maju dan lebih dewasa. Pertumbuhan dapat di tinjau dari tiga aliran yaitu Asosiasi, Psikologi Gestalt, Sosiologi. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dapat di lihat dari tiga pendirian,yaitu: Nativistik, Empiristik dan environmentalistik, Konvergensi dan interaksionisme.
Fungsi-fungsi keluarga yaitu:
            a.       Sebagai tempat atau wahana pembentukan kepribadian anak-anak dari anak keturunan keluarga tersebut.
            b.      Berfungsi sebagai alat reproduksi kepribadian-kepribadian
            c.       Sebagai eksponen dan perantara (transmisi) kebudayaan masyarakat, sebab keluarga                menempati posisi kunci.
            d.      Sebagai lembaga perkumpulan ekonomi dan,
            e.      Sebagai pusat-pusat pengasuhan dan pendidikan anak-anak sebagai penerus generasi bangsa.
            Pembagian kerja pada kelompok-kelompok masyarakat sederhana lebih di titikberatkan pada keterbatasan dan kemampuan fisik ( antara orang wanita dan pria). Oleh karena itu pekerjaan-pekerjaan yang memerlukan kekuatan fisik di lakukan oleh orang laki-laki. Sebaliknya perkerjaan yang ringan di kerjakan oleh orang wanita.

          Dalam lingkungan kelompok masyarakat maju, yang terbagi menjadi masyarakat non industri dan masyarakat industri, pembagian kerja menjadi lebih kompleks, lebih rumit dan lebih khusus. Sejalan dengan perkembagannya industri, lahirlah kelompok masyarakat pemilik modal (di sebut majikan)dan kelompok pekerja. Berpangkal tolak dari penggolongan kelas-kelas pekerja, dapat di bedakan : pekerja kasar, pekerja kelas menengah, dan pekerja kelas tinggi.
Individu, Keluarga dan Masyarakat :
a.       Individu di artikan kesatuan yang terbatas yaitu sebagai manusia perseorangan.
b.      Mengenai pengertian keluarga ada beberapa pendapat antara lain :
1.       Sigmund Freud berpendapat bahwa keluarga adalah perwujudan dari adanya perkawinan antara pria dan wanita, sehingga keluarga itu merupakan perwujudan dorangan seksual.
2.       Ki Hajar Dewantara berpendapat bahwa keluarga itu adalah kumpulan beberapa orang yang karena terikat oleh satu turunan lalu mengerti dan merasa berdiri sebagai satu gabungan yang hakiki, eksensial  enak dan berkehendak bersama-sama memperteguh golongan itu untuk memuliakan masing-masing angotanya.
c.       Mengenai pengertian masyrakat antara lain menurut :
1.       Drs.JBAF.MAJOR Polak berpendapat bahwa masyarakat adalah wadah segenap antar hubungan sosial terdiri dari kolektiva-kolektiva serta kelompok-kelompok dan sub-sub kelompok.
2.       Prof.M.M.Djojodiguno berpendapat bahwa masyrakat adalah suatu kebulatan dari segala perkembangan dalam hidup bersama antara manusia dengan manusia.
3.       Hasan Sadily berpendapat bahwa masyrakat adalah suatu keaadan badan atau kumpulan manusia yang hidup bersama.
Individu mempunyai makna langsung apabila konteks situsional adalah keluarga atau lembaga sosial, sedangakan individu dalam konteks lingkungan sosial yang lebih besar, seperti masyarakat atau nasion, posisi dan peranannya semakin abstrak.

BAB IV 

PEMUDA DAN SOSIALISASI


     1.       INTERNALISASI BELAJAR DAN SPESIALISASI

Internalisasi adalah proses norma-norma kemasyarakatan yang tidak berhenti sampai institusionalisasi saja,akan tetapi mungkin norma-norma tersebut sudah mendarah daging dalam jiwa anggota-anggota masyarakat.
                Norma-norma ini kadang-kadang dibedakan antara norma-norma :
             1)    Norma-norma yang mengatur pribadi yang mencakup norma-norma kepercayaan yang betujuan agar manusia beriman,dan norma kesusilaan yang bertujuan agar manusia berhati nurani yang bersih.
             2)      Norma-norma yang mengatur hubungan pribadi, mencakup kaidah kesopanan dan kaidah hokum serta mempunyai tujuan agar manusia bertingkah laku yang baik dalam pergaulan hidup dan bertijuan untuk mencapai kedamaian hidup.

       a.       Masalah-masalah kepemudaan
Massalah  pemuda merupakan masalah yang abadi dan selalu dialami oleh setiap generasi dalam hubungan dengan generasi yang lebih tua. Problema ini disebabkan karena sebagai akibat dari proses pendewasaan seorang, penyesuaian dirinya dengan situasi yang baru timbullah harapan setiap pemuda akan mempunyai masa depan yang (kalau bisa) lebih baik.
Daripada orang tuanya. Proses perubahan terjadi secara lambat dan teratur (evolusi) atau dengan besar-besaran sehingga orang sukar mengendalikan perubahan yang terjadi,bahkan seakan-akan tidak diberi kesempatan untuk menyesuaikan dengan situasi (obyektif) perubahan tadi.
            Dewasa ini umum ditemukan bahwa secara biologi, politis dan fisik seorang pemuda sudah dewasa akan tetapi secara ekonomis, psikologis masih kurang dewasa. Seringkali diketemukan pemuda-pemuda telah menikah, mempunyai keluarga menikmati hak politiknya sebagai warga Negara tetapi dalam segi ekonominya masih tergantung dari orang tua yang tinggal agak jauh dari tempat belajar/studinya.
            Adapun inti pokok adalah bahwa dalam masyarakat dengan system tertutup/tradisional, pembinaan dan proses pendewasaan terjadi secara kontinyu, diawasi oleh social control masyarakat.
                Suatu masyarakat akan mengalami stabilitas social apabila “proses reproduksi generasi” berjalan dengan baik, sehingga terbentuklah personifikasi, identitas- indentitas dan solidaritas sebagaimana diharapkan oleh generasi sebelumnya.

      b.      Hakikat Kepemudaan
Kiranya disadari bahwa ada berbagai tafsiran yang bisa diberikan terhadap pemuda/generasi muda. Untuk itu kiranya perlu  diperjelas bahwa pengertian pemuda disini adalah mereka yang berumur diantara 15-30 tahun. Hal ini sesuai dengan pengertian pemuda/generasi muda sebagaimana yang dimaksudkan dengan pembinaan generasi muda dan dilaksanakan dalam repelita IV.
Pendekatan klasik tentang pemuda melihat bahwa masa muda merupakan masa perkembangan yang enak dan menarik. Kepemudaan merupakan suatu fase dalam pertumbuhan biologis seseorang yang bersifat seketika, dan sekali waktu akan hilang dengan sedirinya sejalan dengan hokum biologis itu sendiri: manusia tidak dapat melawan proses ketuaan. Maka keanehan-keeanehan yang menjadi ciri khas masa muda akan hilang sejalan dengan berubahnya usia.
                Pendekatan klasik melihat potensi dan romantisme pemuda sebagai suatu yang berdiri sendiri, baik pemuda sebagai perorangan maupun pemuda sebagai anggota kelompok da anggota dari suatu masyarakat. Demikian pula usaha-usaha untuk menyalurkan potensi pemuda kerapkali bersifat fragmentaris, karena potensi itu dilihat bukan merupakan sebagai dari aktivitas dalam wawasan kehidupan, tetapi tidak lebih sebagai penyaluran tenaga yang berlebihan dari pemuda itu.
                Asumsi pokok yang kedua yang merupakan tambahan dari asumsi wawasan kehidupan ialah posisi pemuda dalam arah kehidupanitu sendiri. Tafsiran-tafsan klasik didasarkan pada anggapan bahwa kehidupan mempunyai pola yang banyak sedikitnya sudah tertentu dan ditentukan oleh mutu pemikiran yang diwakili oleh generasi tua yang bersembunyi dibalik tradisi. Dinamika pemuda tidak dilihat sebagai sebagian dari dinamika kehidupan atau lebih tepat sebagian dari dinamika wawasan kehidupan
                Ciri utama dari pendekatan ini melingkupi dua unsur pokok yaitu unsur lingkungan atau ekolagi sebagai keseluruhan dan kedua, unsur tujuan yang menjadi pengarah dinamika dalam lingkungan itu. Yang dimaksud dengan “lingkungan” dalam konsep ini melingkupi seluruh aspek dari totalitas lingkungan yang dapat diidentifisir dalam unsur-unsur lingkungan fisik, social dan budaya termasuk nilai nilai kehidupan. Tingkah laku manusia merupakan interaksi antra manusia dengan lingkungan pesisir pantai akan bertingkah laku yang berbeda dengan hidup di pegunungan. Yang hidup di kota metropolitan hingarbingar akan berbeda dengan hidup di dusun-dusun yang penuh kedamaian.
                Dua hal yang menonjol dari pendekatan ekosferis ini. Pertama, kepemudaan dan kehidupan orang dewasa dan anak-anak merupakan totalitas. Dengan demikian tidak ada pertentangan antara pemuda, orang dewasa (generasi tua) dan anak-anak, secara fundamental. Kalaupun perbedaan dalam kematangan berfikir, dalam menghayati makna hidup dan kehidupan ini semata-mata disebabkan oleh tingkat kedewasaannya.
                Dengan pendapat diatas jelas kiranya bahwa pendekatan ekosferis mengenai pemuda, menempatkan masalah pemuda pada horizon yang lebih luas. Segala jenis “kelainan” yang hingga kini seolah-olah telah menjadi hak paten pemuda, akan lebih dapat dimengerti sebagai suatu keresahan dari masyarakat sendiri sebagai keseluruhan. Hal ini juga berarti  bahwa keresahan pemuda adalah juga suatu refleksi dari keresahan masyarakat secara keseluruhan. Secara lebih spesifik, gejolak hidup pemuda dewasa ini, adalah respons terhadap lingkungan yang kini berubah dengan cepat. Kerapkali unsur-unsur manusiawi dengan lingkungan social ekonomis ataupun fisik,tidak berjalan seirama. Secara ideal irama ini hendaknya harmonis, namun kerapkali dalam kenyataannya hal ini sukar dicapai karena keterbatasan-keterbatasan dalam lingkungan itu sendiri.

2. PEMUDA DAN IDENTITAS

                Telah kita ketahui bahwa “pemuda atau generasi muda” merupakan konsep-konsep yang selalu dikaitkan dengan masalah “nilai”, hal ini sering lebih merupakan pengertian ideologisdan kultural daripada pengertian ilmiah. Misalnya “pemuda harapan bangsa”, “pemuda pemilik masa depan”  dan lain sebagainya yang kesemuanya merupakan bahwa moral bagi pe-Muda.
                Tetapi dilain pihak pemuda menghadapi persoalan-persoalan sepetri kenakalan remaja, ketidakpatuhan persoalan seperti kenakalan remaja, ketidak pahaman kepada orang tua/guru, kecanduan narkotika,frustasi, masa depan suram , keterbatasan lapangan kerja dan masalah lainnya, kesemuanya akibat adanya jurang antara keinginan dan harapan dengan kenyataan yang mereka hadapi.
                Diatas telah dikemukakan bahwa pemuda sering dibuat “generasi muda”, merupakan istilah demografis dan sosiologis dalam konteks tertentu. Dalam pola dasar pembinaan dan pengembangan generasi muda bahwa yang dimaksud pemuda adalah :

1). Dilihat dari segi biologis,terdapat istilah :
      Bayi  : 0 – 1 tahun
     Anak                 : 1 – 12 tahun
     Remaja            : 12 – 15 tahun
     Pemuda          : 15 – 30 tahun
     Dewasa           : 30 tahun keatas

2). Dilihat dari segi budaya atau fungsional dikenal istilah :
      Anak                : 0 – 12 tahun
      Remaja           : 13 – 18 tahun – 21 tahun
      Dewasa          : 18 – 21 tahun keatas

                  Dimuka pengadilan manusia berumur 18 tahun sudah dianggap dewasa. Untuk tugas- tugas Negara      18 tahun sering diambil sebagai batas dewasa tetapi dalam menuntut hak seperti hak pilih, ada yang mengambil 18 tahun da nada yang mengambil 21 tahun sebagai permulaan dewasa. Dilihat dari segi psikologis dan budaya, maka pematangan pribadi ditentukan pada usia 21 tahun.

         3).  Dilihat dari angkatan kerja, ada istilah tenaga muda dan tenaga tua. Tenaga muda adalah calon- calon yang dapat diterima sebagai tenaga kerja yang diambil antara 18 – 22 tahun.

         4). Dilihat dari perencanaan modern, digunakan istilah sumber- sumber daya manusia muda (young human resources ) .

Total comment

Author

Devins